Saya memiliki teman sekelas Kelas Bahasa Isyarat (KBI) Pusbisindo. Seorang pengacara muda yang ternyata pernah bekerja di firma hukum milik tetangga saya.
Di awal memulai karier, dia pernah mendaftar sebagai advokat TNI atau entah apa sebutannya (atas saran keluarganya yang seorang TNI juga). Saat proses wawancara, dia "lupa" bahwa anggota keluarganya seorang TNI, alhasil saat ditanyakan soal HAM, ia membeberkan masalah sesuai kenyataan--pun sesuai prinsip dirinya.

Geloo! Karenanya ia pun ditegur keluarganya.
Apakah diterima di sana? Tentu saja tidaak. Wkwk~
Btw kami mengambil kelas Bahasa Isyarat level 1. Cara dia belajar lucu. Seringnya malah pesimis, "aah sulit", katanya saat itu. "Aah gak bisa", begitu sebutnya sebelum ujian. Fyi, ia belajar bahasa isyarat karena memang fokus mengadvokasi komunitas Tuli.
Beberapa bulan kemudian, ia mengambil kelas level 2

Gilak, orang sepesimistis itu menunjukkan bahwa ia bisa dan mau meningkatkan kapasitas diri.
Sekarang, ia makin aktif di LBH. Mengadvokasi orang terpinggirkan secara probono. Dan makin sering muncul di media untuk mewakili diskusi.
(Edisi membanggakan teman)
Mari kita sambut, Nena Hutahean!!

[FULL] Di Balik Ancaman Pidana Ferry Irwandi, Pelanggaran UU hingga Teror Bagi Sipil | Interupsi
by Official iNews on YouTube